Tahun Baru 2009 sudah berlalu. Kemeriahan malam tahun baru sudah tinggal kenangan. Kebisingan dan semangat sebagian orang untuk menghabiskan sisa malam 2008 sudah terkubur dalam masa lalu. Sekarang, yang ada hanya harapan baru dan keinginan untuk menghadapi tantangan baru kedepan.
Malam ini, Gw memaksakan diri untuk datang ke kantor. Berharap sesuatu yang baru dan dukungan terhadap apa yang sudah gw lakukan. Tapi, ternyata masalah yang ada soal kenangan masa lalu. Padahal, hari ini sebenarnya Gw sedang bebas tugas. Gw mengajukan izin sehari untuk tidak bisa memegang "kemudi" Biro Jabar. Keperluan keluarga yang memaksa gw harus mengajukan izin libur ini.
Kedatangan gw ke kantor malam ini bermula dari ajakan seorang kawan di Biro. Seperti biasa, setiap pagi, gw mencoba untuk telp temen2 yang ada dilapangan. Untuk hari ini, Mang Wisnu yang gw telp pertama. Tanpa berpanjang lebar, gw langsung menanyakan posisinya dan sedang dimana serta ada apa yang bagus? "Sepi euy..." jawab mang Wisnu.
Tapi, dari percakapan ini. Mang Wisnu langsung mengalihkan pembicaraan gw. Dia mengajak gw untuk "berdiskusi" di Kantor malam ini. Dengan alasan, karena sudah lama tidak berbincang-bincang dan membicarakan banyak hal, ajakan ini ditujukan buat gw.
Dari percakapan itu, gw langsung bisa menerima pesan yang dimaksud mang Wisnu. Tanpa, basa-basi, gw langsung meng-iya-kan dan menjanjikan akan datang nanti malam ke kantor. Sementara, seharusnya gw hari ini bisa lebih lama bermain dirumah bersama buah hatiku. Demi harapan baru dan kekhawatiran yang gw sudah prediksi sebelumnya, akhirnya langsung saja tepat pukul 18.30WIB.
Prediksi gw ternyata benar. Tentang Rolling temen2. Gejolak ini dimulai dari hasil keputusan Rolling temen2 yang gw umumkan, Sabtu (27/12) lalu. Beberapa, reporter terpaksa menempati posisi baru. Tapi, ada juga yang kembali ke pos lama dengan semangat baru (berharap) dan tetap pada posisi lamanya. Keputusan ini jujur gw lakukan murni dari hasil pemikiran sendiri. Tidak ada campur tangan dari orang lain. Diakui, memang tidak ada kompromi sebelumnya dengan orang yang akan gw geser ke posisi baru itu.
Konsekuensi yang muncul sudah gw pertimbangkan. Termasuk gejolak yang ada sekarang ini. he he he....Gw melihat semua ini sangat lemah dan manja. Bahkan, lebih banci dari bencong yang sering mangkal di pinggir jalan Sumatra, Bandung. Kenapa??? Iya...dijalani saja belum, sudah mengeluh melebihi banci yang gw sebut tadi.
Sehari sebelumnya, gw sudah diajak "berkompromi" dengan tiga reporter yang terkena rolling. Jujur, dari pembicaraan gw dengan tiga reporter itu, hanya satu orang yang gw anggap masih pantas untuk digeser ke posisi yang lebih aman. Karena, orang ini memang memiliki lebih banyak kekurangan dibandingkan yang lain dan belum tentu jika dipaksakan diposisinya itu, dia akan bertahan.
Tiga orang ini, Dede Ibin Muhibin reporter Bandung Raya yang gw geser ke Kabupaten Garut menggantikan Gingin yang ditarik ke Bandung. Raka Zaipul reporter halaman rubrik khusus yang menggantikan Iwa di Kabupaten Bandung dan Iwa sendiri gw tarik ke Bandung menempati halaman Politik Pemilu bersama Radi. Keputusan ini semua berlaku pada 1 Januari 2009, kemarin.
Dari tiga orang yang berkompromi ini masing-masing mengeluarkan alasannya kenapa mereka enggan untuk dipsosisi baru itu. Dede Ibin dengan hati-hati melontarkan alasannya kenapa dia enggan di Garut. Berdasarkan alasan Dede, saya sendiri masih menerima dengan akal dan perasaan. Karena, seperti yang saya bilang. Dede masih ada kemungkinan untuk digeser. Tapi, saya hanya meminta waktu agar dia bisa mengisi sementara kekosongan di Garut. Karena, Pertimbangan kekurangan SDM dihalaman Priangan. Jika, memang dipaksakan Garut harus kosong seperti Sumedang, beban berita akan berimbas pada Nanang dan Ujang yang mengisi halaman itu.
Apakah terpikirkan bagaimana jika salah seorang dari mereka harus libur mingguan atau berhalangan masuk??? Makanya, gw memberikan penjelasan kepada Dede agar mengerti posisi barunya ini. Cobalah untuk dijalani dulu. Walaupun, upaya untuk mengundurkan diri dari dia juga sempat terlontar, jika memang tidak nyaman bekerja pada posisi barunya ini.
Alasan lain juga muncul dari Raka Zaipul yang mengisi pos Kabupaten Bandung menggantikan Iwa. Dengan pertimbangan daerah liputan yang jauh (Bandung/rumah-Soreang-Bandung/kantor), ongkos yang mahal, bensin Rp25 rebu/hari karena motor yang boros, dan setelah liputan dari soreang harus kembali lagi ke kantor di Jalan Aceh No62 dan alasan lain yang pada intinya berat pada mahalnya biaya liputan dengan penghasilan yang minim. Semua ini dia pertimbangkan sesuai pengalaman pribadinya. Kekasihnya yang tinggal di Kawasan Kopo menjadi salah satu contoh dalam perhitungan ini.
Yah, alasan panjang itu gw dengar sebagai masukan dari seorang kawan dan patner kerja. Gw juga mencoba memberikan argumen dengan pengertian dan memahami kondisi yang ada. Termasuk yang dilontarkan Iwa. Dia juga memberikan alasannya kenapa enggan untuk menempati posisi baru di desk Politik dan Pemilu. Celotehan panjang ketiganya ini gw "telan" dan cermati.
Bahkan, teman lainnya juga memiliki pandangan berbeda. Pertimbangan kemanusiaan dan Hati menjadi alasan kuat menurutnya. Kenyamanan kerja, santai, enak, kekeluargaan, kebersamaan, teamworks, dsb dikeluarkan sebagai alibi kuat untuk mencari agar semuanya menjadi nyaman.
Aduh...perasaan...hati....nyaman....gejolak...mengeluh...dan lainnya...muncul sebagai kalimat yang sudah tidak asing lagi ditelinga gw. Kontrak untuk berkompromi mencari kenyamanan sudah ditawarkan semurah mungkin, bahkan gratis. Tapi, masih saja selalu kurang dan mungkin tidak pernah puas dengan yang ada.
Ehm...sekarang. Siapa yang akan "bertahan" atau akan "berjalan" bersama kebersamaan akan semakin terlihat. Semua akan menunjukan Buktinya, mana yang memang peduli dengan hati dan kebersamaan. Masa sulit ini akan terus berdiam jika tidak ada perubahan.
Perubahan yang dibutuhkan tidak hanya keluhan-keluhan. Tapi, bentuk nyata untuk mewujudkan perubahan yang ada menuju yang lebih baik.